ID
Berita Event 21 April 2020

Perempuan dan Perannya Bagi Lingkungan

Berita WorkShop Hari Kartini

Alam dan perempuan memiliki masalah yang sama. Keduanya sering hidup dalam dunia marjinal. Mungkin kadang tak bermaksud mendiskriminasi, namun kepentingan keduanya jarang dibahas dalam konteks yang lebih presisi. Kebutuhan alam untuk tumbuh, atau kepentingan perempuan untuk berperan lebih jauh. Setidaknya itu yang mendasari munculnya gerakan ekofiminisme. Gerakan yang berusaha menghapus segala bentuk ketidakadilan bagi alam dan perempuan.

Melihat berbagai persamaan tersebut, ekofeminisme berusaha mengarusutamakan isu perempuan dan lingkungan. Gerakan ini juga menggali lebih mendalam korelasi antara keduanya. Aksi memeluk pohon Kehjri di India adalah salah satu bentuk nyatanya. Perempuan India melakukan penyelamatan pohon-pohon keramat yang hendak ditebang dengan cara memeluknya, gerakan ini dikenal juga dengan gerakan Chipko. Gerakan ini tercatat sebagai gerakan penyelamatan lingkungan hidup pertama di dunia dan dimotori oleh kaum perempuan. Gerakan Chipko menggambarkan pemahaman ekologi dan keberanian perempuan mempertahankan sesuatu yang amat dikeramatkan, yakni pohon khejri sebagai simbolisasi penting dari etika kerahiman.

Hal tersebut diungkapkan Gender Specialist dari Yayasan Bina Usaha dan Lingkungan, Latifah Hendarti, dalam workshop online bertajuk Gender dan Lingkungan di Tengah Pandemik, Selasa (21/4). Latifah mengungkapkan bahwa dalam kajiannya pelibatan perempuan dalam isu lingkungan masih sangat minim. Padahal menurutnya, perempuan menjadi pihak paling sering berhadapan langsung dengan persoalan lingkungan, “Program-program lingkungan biasanya diberikan kepada bapak-bapak. Tapi ternyata yang lebih banyak paham ibu-ibunya karena harus berhadapan setiap hari. Misalnya masalah air atau sampah rumah tangga”. Latifah mendorong semua pihak untuk melakukan Affirmative Action guna menciptakan peluang dan pemahaman yang sama bagi perempuan dan laki-laki.

Menurut Latifah, langkah ini penting karena pada kenyataannya perempuan memiliki peran berlapis dalam struktur sosial terutama di Indonesia. Mulai dari gerakan langsung seperti yang dilakukan perempuan India, pertanian, interaksi dengan alam dalam ranah rumah tangga, sampai yang paling sederhana namun krusial seperti penanaman nilai-nilai pelestarian lingkungan pada anak.

Latifah mengungkapkan pengarusutamaan isu perempuan dan lingkungan harus dilakukan dari diri sendiri. Menggalakkan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan bisa awal dari langkah tersebut. DItengah pandemik Corona, pengurangan pemakaian kosmetik yang tidak ramah lingkungan bisa dilakukan. Pengolahan sampah rumah tangga juga dapat memberikan dampak  positif bila dilakukan secara konsisten. Beberapa solusi bahkan mampu memberikan nilai ekonomi lebih seperti bercocok tanam dihalaman sendiri. Alternatif lain adalah menerapkan sistem tadah hujan untuk memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu, “Seandainya satu juta orang yang melakukannya, tentu dapat mengurangi pemakaian air tanah secara signifikan.”.

Akan tetapi Latifah mengingatkan, affirmative action dan langkah pengarustumaan kedua isu ini sebenarnya perlu dilakukan tidak hanya oleh dan kepada perempuan tetapi juga untuk laki-laki. “Karena terdapat masalah-masalah diskriminasi kepada perempuan maka sekarang memang lebih banyak ke perempuan. Akan tetapi tidak menghilangkan kebutuhan pemahaman dari keduanya”. Pentingnya berbagi peran dan kolaborasi adalah kunci keberhasilanya, “Masih ada laki-laki yang merasa bahwa pekerjaan rumah adalah pekerjaan perempuan. Nah pemahaman ini kan harus diberikan juga kepada laki-laki.” tambahnya

Workshop diadakan sebagai usaha GeoDipa dalam mengarusutamakan isu perempuan dan lingkungan di lingkungan perusahaan. Acara ini diikuti oleh Direktur Umum dan SDM PT Geo DIpa Energi (Persero), Aulijati Wachjudiningsih, Insan GeoDipa, perwakilan PT Aldevco, serta perwakilan dari Kementerian Keuangan.